Wisata Lawang Sewu Dikenal Angker, Apa Benar Jumlahnya Seribu?

Share:

Wisata Lawang Sewu Dikenal Angker, Apa Benar Jumlahnya Seribu?

Pariwisata   71   Update: 30/05/2024


Objek wisata sejarah Lawang Sewu terletak di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, tempat ini terkenal angker. Konon ruangan bawah tanahnya pernah dijadikan tempat penyiksaan yang dilakukan serdadu Jepang.

 

Penampakan dan Film Horor

Tidak kurang para wisatan yang terdorong rasa penasaran untuk mengunjungi ruangan bawah tanah tersebut karena rasa penasarannya untuk melihat hantu. Konon ada orang yang mengatakan hantu tersebut merupakan perempuan Belanda yang tewas karena bunuh diri. Selain itu di lantai dasar gedung ini terkadang ada penampakan hantu tanpa kepala.

Sekitar tahun 2007 pernah ada sebuah Film horor dengan judul Lawang Sewu: Dendam Kuntilanak yang dirilis berdasarkan Legenda Urban. Menceritakan sekelompaok anak SMA yang datang dari Jakarta dan terjebak  di Lawang Sewu, dikaitkan dengan buang air sembarangan, menampilkan seorang Noni Belanda, juga sosok lelaki yang kakinya diberati bola berantai dari besi selain memunculkan sosok Kuntilanak.

 

Karya Arsitek Belanda

Gedung megah berasitektur art deco ini, merupakan karya seorang arsitek Belanda yang bernama Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Queendag. Gedung ini pernah digunakan pemerintahan Belanda sebagai  Nederlandsch Indische Spoorweg Maschaappij (NIS) atau Kantor Pusat Kereta Api (Trem), terletak di Komplek Tugu Muda, dikutip dari jatengprov.go.id.

Tempat ini mulai dibangun Belanda pada tahun 1903 dan selanjutnya mereka meresmikannya pada tahun 1907. Gedung megah tersebut lebih dikenal dengan sebutan Lawang Sewu bagi masyarakat Semarang. Disebut demikian karena gedung tersebut memiliki jumlah pintu yang cukup banyak, sementara itu dalam bahasa Jawa sendiri Lawang diartikan pintu sedangkan Sewu adalah seribu.

 

Pembangunan gedung

Gedung yang berlokasi di jantung Kota Semarang, tepatnya di Jl. Pemuda, awalnya merupakan gedung kereta api. Dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 18.232 m² yang dirancang seorang arsitek yang berkebangsaan Belanda, Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Queendag.

Lawang Sewu sendiri terdiri dari lima bangunan, sedangkan yang pertama kali dibangun arsitek Belanda tersebut adalah Gedung C pada tahun 1900 yang difungsikan sebagai ruangan kantor untuk mencetak karcis kereta api.

Untuk pembangunan gedung A dimulai pada Februari tahun 1904 hingga Juli 1907 yang difungsikan sebagai Kantor Utama NIS, dikerjakan Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag yang ditunjuk untuk meneruskan pengerjaannya setelah Ir. P. de Rieu meninggal.

Bentuk bangunan gedung A ini menyerupai gerbong kereta yang bisa terhubung secara langsung dengan ruangan yang lainnya. Dimungkinkan hal ini dilakukan hanya untuk mempermudah bagi orang Belanda untuk melakukan komunikasi.

Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhannya, maka kemudian pemerintah Belanda membangun beberapa gedung pendukung lainnya. Pengerjaan gedung-gedung pendukung ini dilakukan pada rentang tahun 1916 – 1918, hingga berdiri gedung B, D, dan E.

Pembangunan gedung B masih sempat dikerjaan Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag, namun kemudian untuk pengerjaan pembangunan gedung D dan E berbeda arsitek. Thomas Karsten, arsitek termuda yang kemudian merancang dan membangun Lawang Sewu.


Batu bata keramik

Gedung Lawang Sewu dibangun menggunakan bahan dari batu-bata keramik berwarna oranye, hal tersebut melambangkan sebuah kekayaan, kemakmuran, dan selain itu mernunjukan tingkatan kasta tertinggi waktu itu.

Mengapa bisa demikian? Karena konon pada waktu itu batu bata jenis tersebut terbilang memiliki nilai harga yang cukup mahal, selain termasuk barang yang tergolong langka. Sehingga wajar jika dinilai menunjukan kasta.

Kemungkinan harga untuk satu buah batu bata jika dihitung bisa seharga 300 ribuan, selain itu ada sisi uniknya dengan adanya cetakan yang melengkung. Sehingga barang demikian terkadang pada waktu itu jarang dijumpai dibangunan lain.

 

Misteri seribu pintu

Jika kita melihat rekam jejak sejarah masa lalu maka setidaknya kita dapat mengungkapan misteri dari gedung seribu pintu ini. Kita dapat menemukan kekayaan dan keindahan Lawang Sewu saat seribu pintu dan jendela membuka lembaran masa lalu, peninggalan kolonial yang di setiap sudutnya memiliki cerita.

Gedung Lawang Sewu merupakan salah satu saksi bisu sejarah yang dapat membuka ruang dan waktu masa lalu saat negeri ini berada di tangan Belanda. Di setiap ruang dari pada gedung ini terdapat papan informasi dan tour guide. Pengunjung setidaknya dapat mengikuti juga mendalami sejarah dan cerita di balik misteri Lawang Sewu atau Seribu Pintu.

Di tempat ini oengunjung bisa berfoto, kemudian menelusuri setiap ruangan dan sudut untuk mengetahui lebih jauh rekam jejak sejarah misteri seribu pintu. Dilanjutkan menyusuri ruang bawah tanah yang konon banyak cerita misteri menanti seperti dalam film.

 

Tiket masuk lokasi

Lawang Sewu merupakan objek wisata sejarah yang meninggalkan pesona yang luar biasa serta kekayaan sejarah yang menarik untuk disimak. Ada pun tiket masuknya, sepeti dikutip dari Instagram @wisata.lawangsewu, sebagai berikut;

-        Untuk Dewasa Rp.20.000,-

-        Untuk Anak-anak Rp.10.000,-

-        Wisatawan Asing Rp.30.000,-

-        Buka setiap hari pukul 08.00 WIB-16.00 WIB.

 

Jumlah pintu yang ada benarkah seribu?

Tentu kita merasa penasaran dengan Lawang Sewu atau Seribu Pintu, benarkah pintu di gedung megah tersebut jumlah keseluruhannya ada seribu pintu. Ternyata jika dilihat dari jumlah pintu yang ada tidak mencapai seribu. Lawang Sewu ini sebenarnya hanya memiliki 928 pintu, dikutip dari kemenparekraf.go.id, jadi kurang dari 72 pintu untuk mencapai seribu.

 

Saksi sejarah pertempuran 5 hari

Para pengunjung yang menyukai sejarah tentu Lawang Sewu dapat menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk dikunjungi. Karena Lawang Sewu merupakan salah satu bangunan yang bersejarah di era kolonial Belanda.

Menjadi salah satu saksi bisu dalam peristiwa pertempuran lima hari antara Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) melawan tentara Jepang yang terjadi pada tahun 1945. Gedung inilah yang menyaksikan langsung bagaimana hebatnya pertempuran tersebut.

 

Penutup

Selain Lawang Sewu menjadi saksi bisu sejarah dalam peristiwa pertempuran tadi, juga ada hal yang menarik mengenai jumlah pintu yang begitu banyak.

Ternyata banyaknya pintu yang terdapat di Lawang Sewu tidak hanya untuk membuat bagus sirkulasi udara, tetapi adakaitannya dengan kasta orang Belanda. 

Author by: Alam

Artikel terbaru